Minak Pati Pejurit Membalas Dendam

kembali lagi KTB ingin menceritakan sejarah lampung, masih menyangkut tentang kabupaten tulang bawang khususnya pagar dewa, sebelum membaca KTB menghimbau kepada sobat blogger untuk mengklik iklan yang berada di atas posting, hhee..

Hikayat beriwayat, sesampai Minak Pati Pejurit di muara. Ogan Kerto Pati Palembang terputuslah daratan Lampung yang menghubungkan Lampung-Palembang, karena para pembaca pernah ke Palembang, maka kita yang datang dari jurusan Lampung berhenti di stasiun Kereta Pati; untuk ke Palembang kita menaiki motor atau sampan karena kota Palembang ada di seberang.

Dengan segala kekuatan masing-masing sampailah Minak dihadapan tiga Panglima besar Palembang. Si Gentar Alam, Si Lebar Daun dan Si Miring Kapal.

Wahai anak muda Raja di Lampung, kami tahu atas kedatanganmu kemari engkau akan mengambil orang tuamu Tuan Rio Mangku Bumi, dan sekaligus akan membalas dendam. Hal Tuan Rio Mangku Bumi tawanan kami, setapak tak dapatmu bawa, jika sampai kamu bawa, sia-sialah kemenangan kami sebab ini pertandaan kami menang dalam peperangan melawan Lampung.

Sudahkah kau pikir lebih masak? Adakah kau kaji sebelumnya? Jangan sampai terjadi satu hilang dua terbilang. Pikirlah masak-masak sebelum terlanjur, umurmu baru setahun jagung, ilmumu baru seujung kuku, kau berjalan baru seujung kaki, kau terbang baru sejangkau tangan. Sekali lagi pikirlah sejenak ; setelah darah jatuh ke bumi, sepanjang sejarah akan tertulis. Mengenai Tuan Rio Mangku Bumi dengan jalan apa saja dapat kau bawa ke Lampung, inilah satu-satunya lambang kemenangan kami, demikian kata Si Gentar Alam Kepada Minak.

Berkata Minak Pati Pejurit :

Pantang surut langkah terlanjur
Takkkan maju bilakan mundur
Biarkan badan mati terkubur
Hidup sekali selama umur

Tak usah berlagak congkak
Kau bertiga kuanggap tonggak
Kita bermain di atas tombak
Carilah aku di dalam jejak

Belum lagi habis sang Minak berkata, serangan perkenalan diberikan oleh Panglima Si Gentar Alam, secepat kilat anak muda anak Bangsawan Tulang Bawang mengelakkan.

Menggelegar guruh di udara, pukulan susul menyusul dari dua Panglima yang sudah lama menantikan kesempatan dengan aksi si Miring Kapal dan Si Lebar Daun menghujani Minak Pati Pejurit, namun tak juga sekalipun pukulan yang diberikannya itu adalah pukulan simpanan.

Sungai Musi bagaikan bah banjir melanda kemana-mana karena kekekuatan terjang terbang Si Gentar Alam menghantam Minak, gesit lincah laksana belut di lumpur lebak semakin ditangkap semakin licin, semakin dikejar semakin lepas, Minak menghindarkan pukulan-pukulan maut dari ketiga Panglima ini.

Susun-menyusun rantai-berantai tiga Panglima menghantam, menerjang, tersungkur terbalik, gumul-menggumul, datang satu, dua menyusul, dibuang satu, dua nyerang, bertubi-tubi serangan yang dihadapan kepada Minak, namun mana yang datang dia melayang, siapa yang menyerang ia tersungkur dibuat Minak tak kepalang tanggung.

Seru, hebat, kejam, pergulatan yang belum pernah terlihat dan terjadi, kisah berkata : Bukan saja orang berupa manusia yang menjadi saksi bahkan roh halus makhluk ajaib pun ikut mencatat peristiwa yang dahsyat antara Minak Pati Pejurit lawan tiga Panglima besar Sultan Palembang.

Sebagai tersebut dalam pantun di bawah ini :

Padang melayang menjadi benang
Mukjizat keramat silih berganti
Siapa unggul dia yang menang
Tulang Bawang-Palembang mengadu sakti

Habis hari berganti hari
Malam hilang siang menjelang
Tangkap pukul tak henti-henti
Mengadu sakti pagi dan petang

Konon kabarnya Si Gentar Alam
Sekali lompat di Selat Sunda
Pukulannya hebat gemetar alam
Gunung yang besar menjadi bola

Tersebut Minak kemala Bumi
Mendengar namanya musuhpun ngeri
Gentar alam kuat dianggap jari
Pedangnya musuh dijadikan lidi

Si Gentar Alam orang perkasa
Mukjizat saktinya luar biasa
Sekali pukul musuh binasa
Bisa hilang sekejap mata

Minak Kemala Bumi laksana Dewa
Mati disini hidup disana
Dibunuh satu menjadi dua
Sekali terbang sampai angkasa

Si Gentar Alam ternganga melihat keajaiban Sang Minak dipedang sekali dua yang jadi, sekali dibunuh dua puluh yang timbul, Minak Pati Pejurit bukan tandingan, terbayang akan kata-kata Sultan, bahwa kemenangan yang baru ini alamat kejatuhan Sriwijaya.

Melihat keganjilan yang dimiliki Si Minak, Si Gentar Alam melompat ke istana mohon doa restu yang penghabisan kepada Raja Palembang.
Apa yang terjadi dalam istana, dibuka semua pintu diperiksa semua kamar sang Raja tiada lagi, sekali lagi teringat oleh Si Gentar Alam akan kata-kata Sultan, bila sampai juga terjadi ada yang berani menyerang Istana ini sekali lagi niscaya beliau meninggalkan tahta mahkota ini.

Segala macam rasa dan perasaan yang timbul dalam benak hati Si Gentar Alam, rasa tipis dalam menang tanding melawan Raja Lampung turunan Bawang bertulang.

Bukankah suatu keanehan sejak manusia pertama merajai bumi sejagat ini, belum terdapat bawang itu bertulang kalau tidak di kerajaan Tulang Bawang,selidik punya selidik tak ada tulangnya, sungguhpun demikian masih juga dikatakan Tulang Bawang.

Si Gentar Alam orang yang pantang menyerah, sekejap mata telah berhadapan dengan Minak yang sedang bertanding dengan Si Lebar Daun dan Si Miring Kapal.

Mendesing dan menciut pukulan Si Gentar Alam, menggema dan berderak tanah persada ini bak guntur membelah bumi, satu pukulan Jin Afrid yang dilontarkan Si Gentar Alam kepada Minak, pukulan yang dahulu dihadapkan Jin Afrid menghalau malaikat Allah.

Tuhan Maha Besar, secepat cahaya Minak mengelakkan pukulan ajal menentukan panjang pendeknya nafas Minak sambung-menyambungdan tak putus-putus pukulan ini silih berganti datang dari ketiga Panglima gagah perkasa dari Sultan Palembang, membuat Minak jatuh rebah, terlentang terguling.

Kesempatan untuk Minak tak di sia-siakan sedetik diabaikan berarti setahun kelonggaran musuh bertahan sinar merah dipancarkan dari mata Minak, kembang api keluar dari mulutnya, semua bulu dibadan Minak telah tegak, alamat lawan bertekuk lutut

sigit @ 6/27/2012

• Facebook
• Twitter
• Google+
• Pinterest
• StumbleUpon
• Delicious
• LinkedIn
• Reddit