online bersama membagi pengetahuan ilmu komputer dan teknologi

Tuan Rio Mangku Bumi Berada di Palembang



KTB masih menceritakan tentang kisah bagaimana terbentuknya tulang bawang, sebelum membaca lebih lanjut ada baiknya sobat mengklik iklan yang berada di atas postingan sebagai bentuk pedulian sobat kepada blog KTB ini.

Dimuara sungai ogan kertapati terputuslah daratan Lampung dengan Palembang, daratan ini dipisahkan oleh sungai musi, kota Palembang terletak diseberangnya.
Dari sinilah Tuan Rio Mangku Bumi bertahan dan mengadakan serangan, al kisah konon kabarnya Tuan Rio Mangku Bumi memerintahkan minak cekei dilangek menemui raja Palembang dengan membawa sepucuk surat yang berisikan “ menyerah atau dikalahkan “.
Raja terpukau dan terkejut, siapakah gerangan yang berani mengancam kerajaan ini, tentu orang ini adalah seorang raja yang kurang senang atas kebesaran kerajaanku ini.
Raja memerintahkan hulu-balangnya untuk memeberikan jawabannya, sekarang juga kita persiapkan serdadu-serdadu untuk menyerang dan mempertahankan dari serangan musuh tersebut.
Bagaikan kilat Panglima Si Gentar Alam memerintahkan Panglima Si Miring Kapal dan Panglima Si Lebar Daun untuk mempersiapkan pertahanan dari Laut Bentang dan arah selatan dari Istana.
Kabar yang dinanti-nantikan oleh Tuan Rio Mangku Bumi dan kedua Panglimanya sampai ditelinga, datanglah kurir dari Sultan bahwa mereka siap menantikan serangan dari Raja Lampung.
Berkata Tuan Rio Mangku Bumi pada kurir Raja Palembang, Katakan pada Rajamu bahwa menjelang terbenam matahari terimalah serangan kami.
Belum lagi sampai di seberang lautan benteng Tuan Rio telah ditunggu oleh ribuan serdadu Raja Palembang bagaikan pagar betis yang tidak terlewatkan pertahanan mereka ini, tampaknya tak mereka beri setapakpun musuh memijak tepian arah Sriwijaya.
Wahai Cekai Dilangek dan Minak Tebusu Rawang, Panglima berdua segera pencar, yang satu ke arah timur dan yang satunya lagi ke barat daya, biarkan saya sendiri dari pintu Laut Benteng.
Bagaikan geledek suara Si Gentar Alam meminta kepada Tuan Rio, Wahai Raja Lampung silahkan Raja menyerang, belum lagi selesai ucapan Panglima Si Gentar Alam, Tuan Rio Mangku Bumi telah dihadapan Si Gentar Alam.
Pertempuran sengit, seru kejam mana lawan dan mana kawan tak menentu lagi, siang berganti, malampun bertukar, terlihat Si Gentar Alam serdadu-serdadu nya hampir seperdua yang tinggal.
Hati Panglima Si Gentar Alam mulai undur dan kecut, hal ini disampaikannya kepada Raja, dengan segera Raja memberikan kabar kepada Sultan Banten bagaimana mengalahkan Raja Lampung ini.
Jawab Sultan Banten tombak senjata pusaka Raja Lampung itu tukar/sadur dengan tombak yang serupa bentuknya, setelah itu tombak yang asli Raja tersebut bunuhkan kepada tubuh Raja itu sendiri.
Raja Palembang memerintahkan kepada ketiga Panglimanya, agar ketiga pasukan dipusatkan menjadi satu untuk mengepung Tuan Rio Mangku Bumi, Raja Lampung ini bukan tandingan serdadu-serdadunya tidak kelihatan kita rubah siasat.
Musuh tidak bisa dikalahkan dengan kekuatan, kita harus lawan dengan tipu muslihat, pertempuran berjalan terus, kedua belah pihak tak ingin kalah, sakti beradu sakti, mukjizat berbanding mukjizat, senjata bertarung senjata, tombak bertemu tombak.
Tiga Panglima ampuh Palembang berhadapan dengan dua Panglima tangguh Lampung, pukul-memukul, pekik sahut menembus awang-awang, disana jatuh disini bangun, yang satu rebah dan yang lain terguling, hanya siang dan malamlah yang menjadi saksi pada waktu itu.
Dengan segala daya upaya untuk menangkap Tuan Rio Mangku Bumi tidak tertangkap-tangkap, dikejar di Barat timbul di Timur, dihalau ke Timur menjelma ke Barat, sungguh belum terdapat selama in musuh yang sakti dan mengerikan dirampas tombak di tangannya, seketika melayang ditangan Minak Cekai Dilangek (Dilangit) direbut dari tangan Cekai Dilangek melayang ketangan Minak Tebesu Rawang, beginilah terus-menerus silih berganti satu sama lain belum juga sampai pada titik kelemahan masing-masing.
Namun demikian bagi Tuan Rio Mangku Bumi telah ada firasatnya tanda-tanda yang datang pada dirinya bahwa tak berapa lama lagi waktu detiknya untuk bertahan.
Siasat berubah, maksud Sultan Tiga Panglimanya dipusatkan sekaligus, untuk mengepung Tuan Rio Mangku Bumi dari segala penjuru, bila ia terjepit maka ia akan tertangkap dan sekaligus tombak ampuh senjata pusaka kerajaan Tulang Bawang dapat dirampas, kemudian dibunuhkan pada dirinya Tuan Rio Mangku Bumi.
Sejak perubahan siasat di pihak Sultan, terasa oleh Tuan Rio Mangku Bumi beliau semakin terkepung, beliau memanggil Cekai Dilangek Dan Minak Tebusu Rawang menyerahkan tombaknya yang setia dalam beberapa detik, sementara beliau menyelam dalam Sungai Musi dengan maksud memusatkan tenaga dan kekuatan dalam ilmu Rhoib.
Setelah beliau timbul, beliau berkata kepada kedua panglimanya yang setia, kemana Panglima berdua selama aku menyelam?. Kami tidak kemana-mana, jawab Panglima berdua, kalau demikian alamat kekalahan kita tak dapat ditolak lagi. Mengapa Raja Tuan Rio, jawab Cekai Dilangek. Sekali lagi, tombak kita telah ditukar musuh.
Baiklah Cekai Dilangek, mulai saat ini engkau berdua menjauhkan diri dari aku, dan bila kau berdua lihat aku jatuh, kau berdua terus ke Banten, beri kabar pada anakku Minak Pati Pejurit, aku tewas dalam peperangan.
Rasanya harapan tidak ada lagi dipihak kita untuk menang, namun demikian aku tetap bertahan, biar diriku terbuang dari pada aku pulang dengan membawa kekalahan.
Pertandingan sengit berjalan terus, Tuan Rio semakin membuta semua tenaga dalam dikeluarkan, keris, tombak, pedang bertaburan di udara, kilat petir menyambar-nyambar, kedua pihak sama-sama menggila, tak tahu kawan dan lawan saling hantam-menghantam.
Untung tak boleh ditolak, malang tak boleh diraih, tertangkaplah Tuan Rio dan saat itu juga tombak Tuan Rio ditusukkan kepada badannya sendiri.
Tuan Rio ditahan dalam tawanan dalam keadaan payah. Tersebut Cekai Dilangek, melihat hal yang demikian ia berputar haluan ke Banten mengabarkan hal ini kepada Minak Pati Pejurit yang sudah beberapa tahun ada disana. Pesta pora di Istana Sultan Palembang tak terkata lagi, musik genderang Kerajaan bersahut-sahutan, konon kabarnya ratusan ekor kerbau jadi korban dalam memeriahkan tanda kemenangan.
Tetapi anehnya, begitu meriah keadaan pesta yang besar itu, namun bagi Raja tak sedikit pun kelihatan tanda kegembiraan atas kemenangan tersebut, bahkan nampak seakan-akan muram durja dan cemas yang terbayang.
Melihat hal yang demikian akan keadaan Sultan, maka Panglima Si Gentar Alam mendekati Raja Palembang “Wahai Raja yang dipersembah, kiranya hamba tiada bersalah gerangan apa yang terjadi pada Tuan hamba?”.
Panglimaku yang setia, aku bukan tiada riang atas kemenangan ini. Telah sampai padaku pengabaran dari seberang lautan, tak lama lagi kemenangan kita ini kontan akan dibalas.
Apabila pengabaran ini sampai kejadian, terpaksa aku akan meninggalkan Istana dan di atas pundak Panglima bertigalah kupercayakan Kesultanan ini baik dan buruknya.
Karena jika aku tiada pergi dari Istana, akan bertambah parahlah dan cela Kerajaan kita. Kerajaan di Selatan kita ini memang Kerajaan yang lebih dahulu di lahirkan daripada Kerajaan kita dan yakinlah sekali pun kelaknya kita tidak langsung dikalahkannya, namun pada lantarannyalah kita akan kalah dengan lainnya yang mungkin lebih besar dan lebih terkenal dari Kerajaan kita.
Tetapi apa jadinya setelah Kerajaan kita bertarung dengan Kerajaan Mojopahit di Jawa Tengah, terbukti kita tak dapat mempertahankan Kerajaan kita lagi dan mulai dari kejadian ini kita berangsur-angsur surut, ternyata kita sekarang mulai diserang.
Sekalipun sekarang Nampak kemenangan ada di pihak kita, namun hal ini tidak berarti karena yang akan datang akan lebih memalukan kita dibandingkan dengan kemenangan yang kita peroleh sekarang.
Oleh karena itu dalam keadaan serupa ini aku bermuram durja, tanda-tanda kehancuran kita tak dapat lagi dipertahankan, sebagai pesanku terakhir, bila sampai ada salah seorang Raja mengadakan serangan kepada kita sekali lagi, mungkin aku meninggalkan Istana, lebih baik aku pergi sebelum aku dikalahkan, demikian pesanku padamu bertiga selaku Panglimaku yang setia.



@



Tuan Rio Mangku Bumi Berada di Palembang